POROSRAKYAT.ID – Siapa sangka lagu “Tabola Bale” yang viral di media sosial bisa sampai dimainkan di Istana Negara saat peringatan kemerdekaan RI ke-80. Lagu karya Silet Open Up yang memadukan musik Indonesia Timur dengan bahasa Minang ini ternyata menjadi tanda perubahan besar dalam dunia budaya Indonesia.
Menurut Dr. Funco Tanipu, ST, M.A, Dosen Sosiologi Universitas Negeri Gorontalo, fenomena ini bukan sekadar cerita lagu yang jadi hits. “Yang kita lihat dengan ‘Tabola Bale’ adalah bukti nyata bagaimana internet dan media sosial mengubah cara budaya dibuat dan disebarkan di Indonesia,” ungkap Dr. Funco Tanipu kepada PorosRakyat.id, Senin (18/8/2025).
“Ini pertama kalinya lagu yang lahir dari kreativitas rakyat biasa dan viral di TikTok mendapat pengakuan langsung dari pemerintah dengan dimainkan di acara resmi negara,” lanjutnya.
Budaya Campuran Jadi Tren Baru Anak Muda
Lagu “Tabola Bale” menunjukkan cara baru anak muda Indonesia memahami budaya. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang cenderung memisahkan budaya berdasarkan daerah asal, generasi sekarang lebih terbuka mencampur berbagai budaya.
“Generasi muda saat ini tidak lagi melihat budaya secara kaku. Mereka memandang budaya sebagai kumpulan kekayaan yang bisa dipadukan untuk menciptakan sesuatu yang baru tapi tetap asli Indonesia,” jelas Dr. Funco Tanipu.
Contohnya, ketika Diva Aurel menyanyikan lirik berbahasa Minang dengan irama khas Indonesia Timur, itu bukan mengambil budaya orang lain, tapi kolaborasi yang menggambarkan Indonesia masa kini. Yang menarik, dalam lagu ini tidak ada budaya yang lebih tinggi atau rendah – semua setara dan saling melengkapi.
Media Sosial Mengubah Aturan Main Musik
Data menunjukkan bahwa 84 persen lagu yang masuk tangga lagu dunia tahun 2024 pertama kali viral di TikTok. Ini membuktikan bahwa media sosial kini menjadi penentu utama lagu yang populer, bukan lagi industri musik tradisional.
“Platform digital menciptakan sistem baru dimana lagu yang menarik dan membuat orang ikut berpartisipasi akan tersebar luas, tidak peduli siapa yang membuatnya atau dari mana asalnya,” ungkap dosen sosiologi ini.
Silet Open Up adalah contoh nyatanya. Mereka tidak perlu pindah ke Jakarta atau kontrak dengan perusahaan rekaman besar untuk terkenal secara nasional. “Mereka bisa membuat karya berkualitas dengan peralatan yang ada di daerah dan menyebarkannya melalui internet yang bisa diakses siapa saja,” jelasnya.
Dari Viral Jadi Resmi: Perubahan Kekuasaan Budaya
Dimainkannya “Tabola Bale” di acara resmi negara menandai perubahan penting dalam sejarah budaya Indonesia. Jika dulu budaya yang dianggap “resmi” ditentukan oleh pejabat dan lembaga formal, sekarang rakyat biasa punya kekuatan menentukan budaya nasional melalui aktivitas di media sosial.
“Masyarakat, lewat like, share, dan membuat konten kreatif, sekarang punya kekuatan menentukan apa yang menjadi representasi budaya kita,” terang Dr. Funco Tanipu.
Fenomena ini juga menandai pergeseran pusat budaya dari Jakarta ke seluruh Indonesia. Selama ini, musik dari daerah kalau ingin terkenal nasional harus disesuaikan dulu dengan selera Jakarta. “Tabola Bale” membuktikan bahwa masyarakat Indonesia siap menerima musik asli dari daerah tanpa harus diubah-ubah.
“Lagu ini menunjukkan masyarakat Indonesia siap menerima keaslian budaya daerah, menciptakan sistem kreatif yang lebih merata ke seluruh Indonesia,” ungkap Dr. Funco Tanipu.
Indonesia Punya Potensi Seperti Korea Selatan
Membandingkan dengan kesuksesan budaya Korea Selatan yang mendunia, Dr. Funco Tanipu melihat Indonesia punya potensi yang lebih besar. “Korea Selatan berhasil menggunakan budayanya untuk memperkuat posisi di dunia dengan cara yang terencana. Indonesia, yang budayanya jauh lebih beragam, sebenarnya punya modal lebih banyak,” jelasnya.
“‘Tabola Bale’ menunjukkan sebagian kecil potensi itu. Bayangkan kalau ada rencana besar untuk mengembangkan musik campuran seperti ini dalam skala yang lebih luas,” tambahnya.
Generasi Baru dengan Identitas yang Fleksibel
Generasi yang tumbuh dengan fenomena seperti “Tabola Bale” punya cara berbeda memahami identitas budaya. Mereka tidak lagi terbatas oleh asal daerah atau suku dalam menyukai budaya.
“Anak muda sekarang bisa sekaligus mengapresiasi musik Indonesia Timur, bahasa Minang, musik luar negeri, dan budaya pop Korea tanpa merasa aneh,” ungkap Dr. Funco Tanipu. “Ini menunjukkan dunia yang semakin terhubung dimana batas-batas budaya semakin tipis.”
Cara pandang ini juga menciptakan rasa nasionalisme baru yang tidak seragam. “Rasa cinta tanah air generasi ‘Tabola Bale’ dibangun atas apresiasi terhadap keberagaman dan pencampuran budaya sebagai ciri khas Indonesia, bukan kesamaan,” jelasnya.
Mengacu pada pengalaman musik Ambon yang membantu perdamaian setelah konflik 1999, musik punya kemampuan khusus menyatukan orang melewati perbedaan agama, suku, atau asal daerah. “‘Tabola Bale’ menunjukkan potensi serupa dalam menciptakan persatuan melalui apresiasi budaya campuran Indonesia,” kata Dr. Funco Tanipu.
Peluang Ekonomi untuk Banyak Orang
Kesuksesan “Tabola Bale” tidak hanya menguntungkan Silet Open Up, tapi juga banyak pihak lain. Mulai dari pembuat konten video dansa, artis yang membuat remix, hingga penampil lokal yang menyanyikan lagu ini di berbagai acara, semuanya mendapat keuntungan ekonomi.
Internet juga memungkinkan artis mendapat penghasilan lebih langsung dan adil. “Artis tidak harus bergantung sepenuhnya pada perusahaan rekaman tradisional. Dari streaming musik, jual merchandise, hingga konser bisa diatur lebih mandiri,” jelasnya.
Dr. Funco Tanipu optimis bahwa “Tabola Bale” memberikan gambaran masa depan budaya Indonesia yang cerah. “Indonesia punya semua yang dibutuhkan untuk jadi kekuatan budaya di era digital: budaya yang sangat beragam, kreativitas tinggi, banyak pengguna internet, dan infrastruktur yang terus membaik,” terangnya.
Yang dibutuhkan adalah rencana yang baik untuk memaksimalkan potensi ini sambil menjaga keaslian dan keadilan. Pendidikan juga penting untuk mengembangkan kemampuan digital, pemahaman budaya, dan cara berpikir kritis anak muda.
“Fenomena ‘Tabola Bale’ menunjukkan anak muda punya kekuatan membentuk budaya nasional. Pencampuran budaya bukanlah kelemahan, tapi justru kekuatan yang membuat Indonesia unik,” pungkas Dr. Funco Tanipu.
“Tabola Bale’ membuktikan bahwa persatuan tidak harus dengan keseragaman. Indonesia bisa bersatu justru karena merayakan dan menerima keberagaman dalam segala bentuknya,” tutupnya.